Thursday, May 07, 2009

Haruskah aku Membagi Cinta?

Akhir-akhir ini aku merasa sensi, cengeng, tak bersemangat, mudah goyah. Something happened with me. Pastiii…
Kurang pendekatan diri kepada Allah kah? Mungkin iya, tapi yang jelas aku berusaha untuk kejar target dalam beribadah? Nggak ikhlas sih, hanya semata-mata untuk kejar target? Biar dapet pujian dari temen-temen “satu Gank”, wuih ummu…rajin betul ya, banyak amalan yang dikerjakan?...hah??? sedemikian parahkah niatku?
Astaghfirullah....hamba mohon ampun ya Allah.
Tiada terbersit dalam hati niatan seperti itu. aku ikhlas, semua yang aku lakukan hanya semata-mata karena Allah, karena memenuhi kewajibanku sebagai hamba-NYA. Karena semua itu merupakan kebutuhanku, kebutuhan rohaniku, jiwaku.

Mungkin karena khayalanku ingin menggapai sinar terang dari seorang pangeran, yang mampu menerangi hatiku manakala terasa gelap. Sosok kehadiran seorang pendamping yang bisa kujadikan tempat curahan perasaan, saat hidup ini terasa oleng oleh berbagai masalah yang menghimpit jiwa. Sebagai tempat sandaran saat jiwa ini lelah. Tapi bagaimana dengan jundi-jundi? Bagaimana dengan yang lainnya? Akankah mereka harus menderita dengan kehadiran sang pangeran yang bisa membawaku bahagia? Egoku berkata, ”sudahlah...engkau pikirkan mereka, dan Allah pasti akan memikirkanmu, jangan buat mereka menderita diatas kebahagiaanmu, dan Allah pasti akan membuatmu Bahagia”...

Memang, mendidik jundi-jundi dengan kedua tangan inipun masih sering kewalahan, emosi kadang tanpa terkendali, marah-marah...
Menginginkan mereka menjadi anak soleh? Itu impian dan harapan setiap orang tua, seperti halnya aku. Alhamdulillah, mereka bukan type remaja yang mudah terpengaruh dengan pergaulan bebas. Proteksi diri terhadap pergaulan bebas telah tertanam kuat pada diri mereka semenjak kepegian ayah mereka tercinta. Kepergian ayahnya, membuat mereka mengerti akan tujuan hidup sebenarnya. Membuat mereka sadar, bahwa apa yang kita cintai takkan selamanya menjadi milik kita, suatu saat pasti akan kembali kepada yang Maha Memiliki.
Meski tak jarang kulihat kesedihan nampak jelas dimata mereka, rasa haus akan kasih sayang dan perhatian seorang ayah terlihat jelas pada pola dan tingkah laku mereka. Meski tak jarang pula kutemui sebersit sinar kebahagian dimata mereka. Tapi, mengapa aku masih terlalu menuntut mereka melakukan ini, itu, menuruti kemauanku yang mungkin bagi mereka masih terlalu berat untuk dilakukan. Atau mungkin kiblatnya masih mengacu kepada teman-teman sebayanya yang rata-rata bebas bergaul, bebas berpikir, bebas dan hura-hura sementara jundi-jundi, aku batasi dengan pergaulan yang shari’e sesuai aturan agama. Mereka mungkin akan berkata ”ini sudah hebat Ma, lihat teman-temanku!!!! Ahhh...mereka masih muda...jiwanya masih bergolak...dan mereka terlahir dan dibesarkan bukan dilingkungan pondok pesantren yang penuh dengan didikan agama yang kuat, disiplin dalam menjalani kewajiban beragama, disiplin dalam mengerjakan sholat, belajar al-qur’an dan amalan-amalan lainnya. Aku tersadar itu. Mereka terlahir dan dibesarkan dalam lingkungan biasa yang penuh dengan kekurangan dan keterbatasan ilmu agama.
Aku terlalu berambisi, yach terlalu berambisi... mustinya aku mawas diri dan tidak memaksakan kehendak kepada mereka. Aku memiliki cita-cita, aku berusaha, namun hasil akhir hanya ALLAH yang menilainya...

Kini aku bertanya, apa yang akan terjadi jika ada orang lain hadir ditengah-tengah mereka? Akan kan membawa perubahan? Akankah dia menerima kekurangan-kekurangan keluarga ini, mampukah dia menjagi imam dalam keluarga ini. Mampukah dia mengayomi kami, Atau justru ia akan menambah berbagai masalah? Ahhh....sedih aku memikirkannya.

Yang jelas, aku tak ingin membuat mata mereka semakin sembab dengan kesediha-kesedihan yang mereka rasakan. Aku tak ingin mereka kehilangan cintaku, cinta orang tua satu-satunya. Aku sayang mereka, meski kadang mereka membuat aku kecewa...

Untuk sementara, biarlah air mata ini jatuh dan jatuh lagi, menahan kegelisahan, kesedihan...
Biarlah harapan ini hampa...
Biarlah keinginan-keinginan itu hanya tertanam dalam lubuk hatiku,

Aku yakin, Allah SWT Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-hamba-NYA.
Kehadiran sang pangeran dalam kehidupanku, bisa jadi sesuatu yang buruk menurut-NYA.
Kesendirianku dalam mengarungi hidup ini, bisa jadi sesuatu yang terbaik menurut-NYA.
Aku harus menjalaninya dengan penuh iman dan Tawqa.
Aku serahkan segala-gelanya kepada Allah SWT, tempat aku gantungkan harapan yang begitu besar.
Apapun itu, akan kuterima dengan ikhlas...
Hanya DIA sumber kebahagiaan sejati.

Allahumma Yaa Muqalibal Qulub, tsabit Qalbi 'alaa dienika
Hasbiyallah wani’mal wakil wa ni’mal maula wa ni’man nasir… Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukurika wa husni ‘ibaadatika…
Amiin Amiin Ya Rabbal ‘alamin.

No comments:

Post a Comment